KERAJAAN JANGGALA DAN PANGJALU
1. Pembagian kerajaan oleh Airlangga
Masalah pembagian kerajaan ini diceritakan dalam Prasasti pada alas arca budha Aksobhya yang terkenal dengan nama arca joko Dolog, prasasti ini bernama Prasasti Wurara (1289 M). Selain itu, terdapat juga dalam kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Pu Prapanca dan cerita Calonarang. Prasasti Wurara menuliskan bahwa ada seorang pendeta Bernama Aryya Bharad, dia ditugaskan raja untuk membagi jawa menjadi dua bagian karena ada 2 raja yang siap bertarung berebut kekuasaan. Dia membaginya dengan air kendi sakti dan terbentuklah kerajaan Janggala dan Pangjalu. Kitab negarakertagama menuliskan bahwa Airlangga memerintahkan pembagian jawa untuk dua orang anaknya karena kasih sayangnya terhadap kedua anaknya. Pembagian itu dilakukan oleh Pu Barada, seorang budha Mahayana dari aliran Tantra dengan air kendi saktinya. Dia bagai menarik garis dari barat sampai timur ke laut, tetapi tidak sempurna sampai ke laut karena di tengah perjalanan bajunya tersangkut pohon asam.
Cerita Calonarang menuliskan, bahwa semasa pemerintahan Airlangga, rakyatnya banyak yang mati karena terkena kutukan dari seorang janda bernama Janda Girah. Janda ini merasa sakit hati karena anaknya yang cantik bernama Ratna Manggali tidak ada yang mau melamarnya. Akhirnya raja Arlangga meminta Pu Baradha menyelesaikan masalah. Setelah Janda Girah dapat dibunuh, maka wabah mereda. Selanjutnya, Airlangga minta bantuan lagi kepada Pu Baradha karena dua anaknya berebutan kekuasaan. Pertama, Pu Barada ke Bali minta bantuan kepada Pu Kuturan aga rmemberikan tanah Bali untuk anak Airlangga. Tetapi, Pu Kuturan menolak karena Bali akan diberikan kepada keturunannya. Akhirnya , Pu Baradha membagi Jawa menjadi dua bagian, Janggala di timur dan Pangjalu di Barat.
Dua anak yang mau berperang tersebut adalah Samarawijaya dan Sri Sanggramawijaya. Samarawijaya adalah anak dari Dharmawangsa Teguh yang meminta haknya untuk meneruskan menjadi raja di Mataram Jawa Timur, Karena memang yang lebih berhak adalah Samarawijaya. Sedangkan Sri Sanggramawijaya Dharmma prasadottunggadewi, adalah anak Airlangga dari permaisurinya yang lain karena istri pertama Airlangga yang merupakan putri Dharmawangsa teguh telah mati ketika ada pemberontakan dari Wurawari. Diduga, Samarawijaya adalah saudara laki-laki dari putri Teguh tersebut. Selanjutnya, Samarawijaya mendapat Bagian Kerajaan Pangjalu dengan Ibukotanya Dahanapura/Daha, sedangkan Sri Sanggramawijaya Dharmma prasadottunggadewi mendapat Kerajaan Janggala dengan Ibukotanya Kahuripan.
2. Kerajaan Janggala
Setelah kerajaan dibagi, ternyata di dalam Kerajaan Janggala sendiri juga terus terjadi perebutan kekuasaan. Prasasti Turun Hyang B menuliskan bahwa rakyat desa Turun Hyang mendapat anugerah karena telah membantu Mapanji Grasakan dalam peperangan waktu raja memisahkan diri dari kerajaan pangjalu. Disini kita dihadapkan pada nama seorang raja yaitu Mapanji Grasakan. Prasasti Sumengka (1059 M) menuliskan ada seorang raja bernama Sri Maharaja Sri Samarotaha Karnnakesana Ratnasangkha Kirttisingha jayantaka Tunggadewa, dia mengaku diambil anak oleh Airlangga dan dia menggunakan cap garudamukha, yang merupakan cap dari kerajaan Mataram. Bisa jadi samarotaha ini adalah menantu dari Airlangga. Dengan ditemukan prasasti sumengka dan prasasti Turun Hyang, maka bisa diputuskan bahwa Mapanji Grasakan adalah adik dari Sri Sanggramawijaya Dharmma prasadottunggadewi yang memerintah sebelum Samarotaha.
Prasasti Banjaran (1052 M) menuliskan nama seorang raja yaitu mapanji Alanjung Ahyes yang member anugerah kepada rakyat Banjaran karena membantu raja merebut kerajaan Jenggala. Diduga, perebutan kekuasaan ini dengan Mapanji Grasakan. Ibukota dari kerajaan Jenggala meski berpindah-pindah tapi bisa diambil kesimpulan berada di sebelah utara jawa yaitu sekitar Tuban, Lamongan.
Adapun para raja yang memerintah di Kerajaan Janggala yaitu :
· Dharmmaprasa (Sri Sanggramawijaya Dharmmaprasadottunggadewi)
· Mapanji Grasakan
· Mapanji Alanjung Ahyes
· Samarotaha (Sri Maharaja Sri Samarotaha Karnnakesana Ratnasangkha Kirttisingha jayantaka Tunggadewa)
3. Kerajaan Pangjalu
Prasasti yang menceritakan kerajaan Pangjalu tidak ada sama sekali. Setelah melewati masa kelam sekitar 60 tahun, mulai muncul nama kerajaan Kadiri dengan ibukotanya di Daha. Tetapi bukan berarti Kadiri ini penerus dari Pangjalu. Ibukota kerajaan Pangjalu yang bernama Daha berada di lembah kali brantas di sebelah selatan Kali Lamong, dekat dengan Kahuripan yang merupakan ibukota Janggala. Sedangkan Ibukota Kadiri yang juga bernama Daha berada di Kediri sekarang.
Prasasti Padlegan (1117 M) menuliskan bahwa Raja Kadiri yang bernama Rakai sirikan Sri Bameswara - Sakalabhuwanatustikarana Sarwaniwaryya parakrama Dogjayo- ttunggadewa memberi anugerah tanah sima untuk penduduk Padlegan karena telah membantu raja dalam perang. Semasa pemerintahan Bameswara, dia mengeluarkan 6 prasasti yaitu Prasasti Padgelan (1117 M), Prasasti Panumbangan (1120 M), Prasasti Pagiliran (1120 M) dari desa Jajar, kabupaten Bitar, Prasasti Geneng (1128 M), Prasasti Candi Tuban (1129 M) dan Prasasti Tangkilan (1130 M).
Setelah Bameswara, raja berikutnya yaitu raja Jayabaya dengan gelarnya Sri maharaja sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha parakrama Digjayottunggadewanama Jayabhayalanchana. Semasa pemerintahannya, jayabaya mengeluarkan 3 prasasti yaitu Prasasti Hantang (1135 M), Prasasti Talan (1136 M), dan Prasasti jepun (1144 M). Prasasti Hantang menuliskan bahwa jayabaya memberi hak istimewa pada penduduk Hantang dan 12 desa lain karena telah membantu raja perang merebut tahta (panuwal). Dalam Prasasti ini dituliskan pangjalu menang (Pangjalu jayati). Semasa jayabaya, kitab kakawin Bharatayudha juga digubah oleh Pu Sedah dan Pu Panuluh. Dalam kitab Bharatayuda tersebut juga dituliskan bahwa Sang hemabuphati juga tunduk terhadap Jayabaya. Sang Hemabupati ini ditafsirkan sebagai raja emas, ratu emas, juga putra mahkota, dengan istilah lain bahwa Jayabaya telah merebut tahta sebagai raja. Jayabaya memerintah di Kadiri lebih dari 20 tahun.
Setelah Jayabaya, Raja selanjutnya yaitu Sarwweswara dengan gelarnya Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri sarwweswara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singha- nadaniwiryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewanama. Semasa pemerintahannya dia mengeluarkan 2 prasasti yaitu Prasasti Padgelan II (1159 M) dan Prasasti Kahyunan (1161 M). Dia memerintah sekitar 10 tahun saja. Setelah itu, raja selanjutnya adalah Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryyeswara Madhusunawatararijaya….Sakalabhuwana (tusti-karana) niwaryya Parakramotunggadewanama. Dia mengeluarkan 2 prasasti yaitu Prasasti Weleri (1169 M) dari desa Weleri, kabupaten Blitar dan Prasasti Angin (1171 M).
Setelah aryyeswara, raja yang memerintah yaitu sri maharaja Sri Kroncaryyadipa handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Sri Gandra. Prasasti yang dia keluarkan adalah Prasasti Jaring (1181 M) yang menceritakan pemberian anugerah raja kepada desa taring yang sebelumnya telah diberi anugerah tapi belum sempurna. Menariknya, Prasasti ini juga menceritakan tentang Senapati Sarwwajala, yaitu panglima angkatan laut. Ini merupakan prasasti pertama yang membahas tentang kekuatan armada laut. Tapi ini bukan berarti Kerajaan Kadiri pelopor kekuatan Maritim Karena jauh sebelumnya, Dharmmawangsa teguh pernah menyerang Sriwijaya lewat laut. Berarti zaman Teguh sudah ada armada laut. Selain itu, ketika ada Pelabuhan Hujung galuh, kali bratas dapat dilalui kapal besar dari china, asia tenggara dan asia selatan.
Setelah Kroncaryyadipa, raja selanjutnya yaitu sri maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewanama. Dia mengeluarkan prasasti Semanding (1182 M) dan Prasasti Ceker (1185 M). raja terakhir kerajaan kadiri adalah Srengga atau Kertajaya dengan gelar sri maharaja Sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Srenggalanchana Digjayottunggadewanama. Semasa pemerintahannya dia mengeluarkan 6 prasasti diantaranya Prasasti Kemulan (1194 M), dari desa kemulan kabupaten Trenggalek. Prasasti ini menceritakan tentang raja bawahan yang meminta prasasti yang telah mereka miliki dari daun lontar dipindah ke batu dan diberi cap kertajaya. Raja bawahan ini setia saat perang melawan kerajaan dari timur. Mereka berhasil mengembalikan tahta raja di bhumi kadiri setelah sebelumnya meninggalkan istaan di katang-katang.
Prasasti Palah (1197 M) di palah, kabupaten Blitar menceritakan bahwa raja kertajaya tiap hari mengadakan pemujaan terhadap batara di Palah, dan di palah ini terdapat bangunan suci. Bangunan ini lebih kita kenal dengan nama candi Penataran, tetapi ketika zaman kertajaya terkenal dengan nama candi palah. Baru pada zaman kerajaan singosari candi ini bernama Candi Penataran. Sedangkan Prasasti terakhir yaitu Prasasti Lawadan (1205 M). Setelah itu, turun sebuah prasasti sirahketing (1204 M) di desa sirahketing, kabupaten Ponorogo dan prasasti Mruwak (1180 M) di dekat sirahketing, tetapi prasasti ini bertuliskan raja Jayawarsa yang mengaku keturunan asli Dharmmawangsa Teguh. Kemungkinan dia adalah keturunan teguh asli tetapi hanya dapat kekuasaan di ponorogo di bawah kerajaan Kediri. Setelah merasa cukup kekuatannya, dia mulai menyerang Kediri. Dari sini, bisa kita lihat bahwa semasa kerajaan Kediri , telah terjadi konflik perebutan kekuasaan antara keturunan teguh dan keturunan Airlangga. Kertajaya memerintah selama lebih dari 30 tahun karena setelah itu, kertajaya dikalahkan ken Angrok dari tumapel dan berakhirlah kerajaan kadiri. Hal ini terjadi tahun 1222 M.
Gambar peninggalan sejarah yang masih ada hingga sekarang pada masa Kerajaan Janggala dan Kerajaan Pangjalu dapat dilihat di bawah ini.
Gambar. Candi Penataran Gambar. Halaman Candi Penataran
Adapun raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Kadiri yaitu :
· Rakai sirikan Sri Bameswara - Sakalabhuwanatustikarana Sarwaniwaryya parakrama Dogjayo- ttunggadewa (Raja Bameswara)
· Sri maharaja sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha parakrama Digjayottunggadewanama Jayabhayalanchana (Raja Jayabaya)
· Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarwweswara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singha- nadaniwiryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewanama (Raja Sarweswara)
· Sri Maharaja Rakai Hino Sri Aryyeswara Madhusunawatararijaya….Sakalabhuwana (tusti-karana) niwaryya Parakramotunggadewanama (Raja Aryyeswara)
· sri maharaja Sri Kroncaryyadipa handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayotunggadewanama Sri Gandra (Raja Kroncaryyadipa)
· sri maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewanama (Raja Kameswara)
· sri maharaja Sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Srenggalanchana Digjayottunggadewanama (Raja Srengga atau Raja Kertajaya).
Reference :
Anonymous, 2010. Candi Penataran. http//www.google.com. Penataran
Poesponegoro, M.D., N. Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional Indonesia II. Balai Pustaka. Jakarta.